Saturday, May 8, 2010
Desperado On Greece
Posted by
On Coffee Talk
at
8:10 AM
0
comments
Labels:
Catatan di Coffee Talk,
Economic in Coffee Talk,
History in Coffe Talk
Monday, September 28, 2009
Inflasi Dan Nasi Kucing
Dari info yang saya dapatkan, ternyata bulan November th.1999 adalah pertama kalinya Indonesia menerbitkan pecahan Rp.100rb dalam bentuk uang plastik (polymer). lihat link ini. Jadi hingga saat ini (Sep 2009), pecahan terbesar kita ini telah hampir berumur 10th!
Di tahun-tahun awal terbitnya, mata uang ini sanggup membeli 13.89 kg telur ayam di pasaran , sekarang mata uang ini hanya sanggup menebus 8.33.kg telur ayam di pasaran. Dengan demikian nilai mata uang terbesar kita selama 10 th telah mengalami penurunan sebesar 40 % terhadap telur ayam !
Sewaktu saya masih kelas 1 SMP, th 1985 saya biasa membeli nasi bungkus porsi kucing yang berisi sedikit soun dan sambel goreng tempe-ikan teri yang nikmat seharga Rp.50,- sebungkus.
Menu semacam itu sekarang ini kira-kira harganya Rp. 3.500.- atau telah melipat 70 kali alias 7.000 persen dalam 24 th!
Melihat besarnya Inflasi dengan data harga telur ayam dan nasi kucing mungkin tidak terlalu valid dikalangan ekonom, namun demikian bagi banyak orang kecil yang biasa makan nasi kucing atau telur sebagai sumber protein yang mewah, mungkin sangatlah relevan.
Pada tahun 1985, penghasilan orang tua saya sebulan adalah Rp. 300 ribu. Bila saya menggunakan matematika yang saya baca dari tulisan Bung Imam Semar, maka ayah saya bisa memberi makan keluarganya yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 5 anak (total 7 orang) dengan menu nasi kucing sebanyak: Rp. 300.000,-/ Rp. 50,- = 6.000 bungkus. Padahal kami hanya membutuhkan 7 org x 3 kali x 30 hari = 630 bungkus per bulan! Yang berarti sisanya bisa dipakai untuk keperluan lain atau ditabung!
Saat ini nilai 6.000 bungkus nasi kucing setara dengan Rp. 3.500 x 6000 = Rp. 21.000.000,- !
Maka untuk keluarga dengan penghasilan sebesar Rp. 10.000.000,-/bulan, jangan harap memiliki anggota keluarga lebih dari [(10jt/21jt) x7 org] = 3.33 orang, alias 2 dewasa dan 1 anak untuk masih bisa makan dengan menu tetap nasi kucing selama 1 bulan dengan masih memiliki sisa uang untuk keperluan lain atau tabungan !
Silakan memahaminya sendiri, semoga tulisan ini berguna!
Posted by
On Coffee Talk
at
9:03 PM
0
comments
Labels:
Catatan di Coffee Talk,
Economic in Coffee Talk,
History in Coffe Talk,
Inflation in Coffee Talk,
Life Sharing in Coffe Talk,
Money In Coffee Talk,
Point to Ask in Coffee Talk
Thursday, September 17, 2009
Bank Note Rp. 2.000.000.000,-
Selama masa kemerdekaan th 1945 hingga saat ini, kita telah mengalami paling tidak 4 kali perubahan besar nilai RUPIAH yaitu :
1. RUPIAH jaman Hindia Belanda (*) (Nederl-Indie) yang mana nilainya setara dengan Gulden. Ini bisa kita lihat pada mata uang kuno masa itu. Sebagai contoh bisa kita lihat pada koin perak yang pada satu sisinya tertera Nederl-Indie ¼ Gulden, pada sisi sebaliknya tertulis dalam aksara arab dan jawa yang menyebutkan nilainya adalah Seprapat Rupiyah (seperempat rupiah) seperti pada gambar berikut ini:
Setelah merdeka, Indonesia menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) yang saya perkirakan nilai awalnya setara dengan uang Hindia Belanda, di atas hingga beberapa peristiwa besar berikutnya yang berkaitan dengan moneter di negeri ini terjadi.
2. RUPIAH jaman gunting Sjafruddin (**) (1950), dimana nilai rupiah mengalami pengguntingan nilai sebesar 50%, sehingga nilai tertera menjadi tinggal separonya saja. Sebagai contoh Rp.10 menjadi senilai Rp.5 (perbandingannya 2:1, atau bila dibalik maka Rp.1 yang baru sebenarnya = Rp.2 uang lama*).
3. RUPIAH jaman Orde Lama (***) (1959), Setelah mengalami pengguntingan nilai menjadi hanya separonya, kembali rupiah mengalami pemotongan/penghapusan nilai sebesar 90%, yaitu Rp.100, menjadi Rp.10,- (perbandingannya 10:1,atau bila dibalik maka Rp. 2 uang baru = Rp.20 uang lama**)
4. RUPIAH jaman Orde Baru (****) (1965), terjadi lagi pemotongan nilai rupiah menjadi sebesar 1/1000 uang Orla, sebagai acuan nilai uang Rp.1000, - nilainya ditetapkan menjadi Rp.1,- (perbandingannya 1000:1, atau bila dibalik maka Rp.20 yang baru = Rp.20.000 uang lama***)
Saya sengaja menyertakan perhitungan terbalik seperti yang tertulis dengan warna merah diatas, sekedar untuk menghitung balik berapa besar seharusnya angka yang tertulis pada mata uang kita sekarang di th 2009 bila tidak mengalami pemotongan atau penghapusan angka, namun alih-alih sebagai gantinya, pada setiap tahap kebijakan diatas dilakukan penambahan angka saja sesuai perbandingan yang diberlakukan untuk mata uang yang baru. Tanda asteris(bintang) menunjukan Rupiah yang mengalami perubahan nilai.
Berikut perhitungan saya dengan memakai uang Hindia-Belanda 1Gulden yang juga akan berarti sama dengan satu Satu Rupiyah (karena 1/4G = seprapat rupiyah*):
Rp.1*,- menjadi Rp.2**,- lalu menjadi Rp.20***,- kemudian menjadi Rp. 20.000****,-
Berdasar kalkulasi tersebut diatas, pada tahun 2009, dimana nominal terbesar mata uang kita sekarang adalah Rp.100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) maka bila keempat peristiwa besar moneter tadi tidak diikuti dengan penghapusan angka(digit), tentunya yang tertulis pada mata uang terbesar di negeri ini sekarang adalah Rp.2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah!).
Silakan memahaminya sendiri, semoga tulisan ini berguna!
Posted by
On Coffee Talk
at
6:46 PM
1 comments
Labels:
Bank in Coffee Talk,
Economic in Coffee Talk,
History in Coffe Talk,
Money In Coffee Talk
Wednesday, April 1, 2009
Pencurian Budaya Benar-Benar Gila!
"Susah sekarang, kami semuanya khawatir, jangan-jangan nanti beberapa motif asli Bali seperti `patra punggal', `batun poh', dan beberapa motif lainnya juga dipatenkan" kata Desak Suarti dalam sebuah wawancara.
Kisah sedih Desak Suarti ternyata tidak berhenti sampai di sana. Ratusan pengrajin, seniman, serta desainer di Bali kini resah menyusul dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh warga negara asing. Tindakan warga asing yang mempatenkan desain warisan leluhur orang Bali ini membuat seniman, pengrajin, serta desainer takut untuk berkarya.
Salah satu desainer yang ikut merasa resah adalah Anak Agung Anom Pujastawa. Semenjak dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh warga asing, Agung kini merasa tak bebas berkarya. "Sebelumnya, dalam satu bulan saya bisa menghasilkan 30 karya desain perhiasan perak. Karena dihinggapi rasa cemas, sekarang saya tidak bisa menghasilkan satu desain pun," ujarnya hari ini.
Potret di atas adalah salah satu gambaran permasalahan perlindungan budaya di tanah air. Cerita ini menambah daftar budaya indonesia yang dicuri, diklaim atau dipatenkan oleh negara lain, seperti Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, Ukiran Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang Sayange, dan lain sebagainya.
LANGKAH KE DEPAN
Indonesia harus bangkit dan melakukan sesuatu. Hal inilah yang melatarbelakangi berdirinya Indonesian Archipelago Culture Initiatives (IACI), informasi lebih jauh dapat dilihat di http://budaya-indonesia.org/ . Untuk dapat mencegah agar kejadian di atas tidak terus berlanjut, kita harus melakukan sesuatu. Setidaknya ada 2 hal perlu kita secara sinergis, yaitu:
1. Mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik bantuian, ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org
2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia. Perlindungan hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi, jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang budaya Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/ Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org
- Lucky Setiawan
nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman, mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.
sumber : http://forum.detik.com/newreply.php?do=postreply&t=69831
Posted by
On Coffee Talk
at
8:22 PM
0
comments
Labels:
History in Coffe Talk,
Life Sharing in Coffe Talk,
Market in Coffee Talk
Sunday, November 30, 2008
Sekelumit Fakta dari Beberapa Pengalaman
Tentang Undang-Undang Penjaminan Simpanan/Deposit :
Pernyataan di LPS:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, sejak tanggal 13 Oktober 2008, nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
Kesimpulan:
1. Pemerintah tidak menjamin nilai riil uang anda agar supaya tetap. Hanya nominalnya saja yang tetap.
2. Pemerintah tidak mengatakan bahwa deposit anda tidak akan dibekukan. Uang anda akan utuh di bank tetapi tidak bisa diambil kalau pemerintah memutuskan untuk dibekukan.
Tentang Pemilu dan Demokrasi :
"Democracy is a government by the people, of the people, to fool the people."
Tentang Rupiah :
"Satu hal yang harus diingat ialah bahwa BI tidak mempunyai misi untuk mempertahankan nilai riil rupiah. Yang ada adalah mempertahankan target inflasi."
sumber : EOWI
Posted by
On Coffee Talk
at
8:38 PM
0
comments
Labels:
History in Coffe Talk